BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Epilepsi
merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada dasarnya epilepsi
merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang timbul akibat adanya
ketidak seimbangan polarisasi listrik di otak. Ketidak seimbangan polarisasi
listrik tersebut terjadi akibat adanya fokus-fokus iritatif pada neuron
sehingga menimbulkan letupan muatan listrik spontan yang berlebihan dari
sebagian atau seluruh daerah yang ada di dalam otak. Epilepsi sering
dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi
psikososial yang berat bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran
yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi
penyandangnya).
Sebagian
besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak. Pada tahun 2000, diperkirakan
penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang di
antaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang. Laporan
WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi
aktif di antara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000
penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di
negara-negara berkembang.
Epilepsi
dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian yang tinggi, stigma
sosial yang buruk, ketakutan, kecemasan, gangguan kognitif, dan gangguan
psikiatrik. Pada penyandang usia anak-anak dan remaja, permasalahan yang
terkait dengan epilepsi menjadi lebih kompleks.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa definisi penyakit epilepsi?
2.
Bagaimana etiologi penyakit epilepsi?
3.
Bagaimana patofisiologi penyakit epilepsi?
4.
Bagaimana manisfestasi klinis penyakit
epilepsi?
5.
Apa saja Klasifikasi penyakit epilepsi?
6.
Bagaimana pemeriksaan medis penyakit
epilepsi?
7.
Bagaimana penatalaksanaan medis penyakit
epilepsi?
8.
Bagaimana asuhan keperawatan penyakit
epilepsi?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui definisi penyakit epilepsi
2.
Untuk mengetahui etiologi penyakit epilepsi
3.
Untuk mengetahui patofisiologi penyakit epilepsi
4.
Untuk mengetahui manisfestasi klinis
penyakit epilepsi
5.
Untuk mengetahui Klasifikasi penyakit epilepsi
6.
Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang penyakit
epilepsi
7.
Untuk mengetahui penatalaksanaan medis
penyakit epilepsi
8.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan penyakit
epilepsi
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Definisi
Epilepsi
adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat le
pasnya
muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007)
Epilepsi
adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri
timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik
neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan
laboratorik (anonim, 2008).
Epilepsi
adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala – gejala yang datang
dalam serangan – serangan, berulang – ulang yang disebabkan lepas muatan
listrik abnormal sel – sel sarf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai
etiologi. Serangan adalah suatu gejala yang timbul tiba – tiba dan menghilang
secara tiba – tiba pula.
B. Etiologi
1.
Idiopatik; sebagian besar epilepsy pada
anak adalah epilepsy idopati
2.
Factor herediter; ada beberapa penyakit
yang bersifat herediter yang disertai bangkitan kajang seperti sclerosis
tuberose, neurofibromatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal, feniketonuria,
hipoparatiroidisme, hipoglikemi
3.
Faktor genetic; pada kejang demam dan
breath holding spells
4.
Kelainan congenital otak; atrofi,
porensefali, agenesis korpus kalosum
5.
Gangguan metabolic; hipoglikemi,
hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia
6.
Infeksi; radang yang disebabkan bakteri
atau virus pada otak dan selaputnya, toksoplasmosis
7.
Trauma; kontusio serebri, hematoma subaraknoid,
hematoma subdural
8.
Neoplasma otak dan selaputnya
9.
Kelainan pembuluh darah, malformasi,
penyakit kolagen
10. Keracunan:
timbale(Pb), kamper(kapur barus), fenotiazin, air
11. lain
– lain: penyakit darah, gangguan keseimbngan hormone, degenerasi serebral dan
lain – lain.
C. Patofisiologi
Gejala-gejala
serangan epilepsy sebagian timbul sesudah otak mengalami gangguan, sedangkan
beratnya serangan epilepsy tergantung dari lokasi dan keadaan patologi. Lesi
pada otak tengah, thalamus dan korteks serebri kemungkinan besar bersifat
epileptogenik, sedangkan lesi pada serebelum dan batang otak biasanya tidak mengakibatkan
serangan epilepsy.
Pada
tingkat membrane sel, neuron epileptic ditandai oleh fenomena biokimia
tertentu. Beberapa diantaranya adalah :
1. Ketidakstabilan
membrane sel saraf sehingga sel lebih mudah diaktifkan
2. Neuron
hipersensitif dengan ambang yang menurun, sehingga mudah terangsang- terangsang
secara berturut-turut.
3. Mungkin
terjadi polarisasi yang abnormal (polarisasi berlebihan, hiperpolarisasi atau
terhentinya polarisasi).
4. Ketidakseimbangan
ion yang mengubah ingkungan kimia dari neuron. Pada waktu terjadi serangan
keseimbangan elektrolit pada tingkat neuronal mengalami perubahan.
Ketidakseimbangan ini akan menyebabkan membrane neuron mengalami polarisasi.
Perubahan- Perubahan metabolisme terjadi
selam serangan dan segera sesudah serangan. Perubahan ini terjadi antara lain
disebabkan juga oleh peningkatan kebutuhan energy akibat hiperaktivitas neuron.
Kebutuhan metabolisme meningkat secara drastic selama serangan kejang. Aliran
elektris yang dikeluarkan oleh sel-sel saraf motoris dapat meningkat sampai
1000 per detik. Aliran darah serebral meningkat, demikian juga pernapasan dan
glikolisis jaringan. Selama dan sesudah serangan cairan serebrospinal (CSS)
mengandung asetilkolin, sedangkan kadar asam glutamate mungkin menurun selama
serangan.
Pada waktu diadakan otopsi tak ditemukan
perubahan yang menyolok. Bukti histopatologis menyokong hipotesis bahwa lesi
sesungguhnya bersifat neurokimia dan bukan structural. Tak ada satu factor
patologis tetap yang ditemukan. Diantara serangan ditemukan kelainan fokal pada
metabolisme kalium dan asetilkolin. Agaknya tempat yang mengalami serangan
sangat peka terhadap asetilkolin, suatu trasnsmiter fasilitator. Pembuangan dan
pengikatan asetilkoin berlangsung lamban
D. Manisfestasi
Klinis
1. Manifestasi
klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan
penginderaan
2. Kelainan
gambaran EEG
3. Bagian
tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen
4. Dapat
mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (aura dapat berupa
perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak, mendengar
suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
5. Napas
terlihat sesak dan jantung berdebar
6. Raut
muka pucat dan badannya berlumuran keringat
7. Satu
jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik khusus
atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak
normal seperti pada keadaan normal
8. Individu
terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan terkadang individu
tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat
9. Di
saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara secara
tiba- tiba
10. Kedua
lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang- menendang
11. Gigi
geliginya terkancing
12. Hitam
bola matanya berputar- puta
13. Terkadang
keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil
E. Klasifikasi
Kejang
berkisar dari melotot bengong sampai gerakan konvulsif yang berkepanjangan
dengan disertai kehilangan kesadaran. Kejang diklasifikasikan sebagai parsial,
umum, dan taktergolongkan sesuai dengan area otak yang terkena. Aura, yang
merupakan sensasi pertanda atau premonitory, terjadi sebelum kejang (mis.
Melihat kilatan cahaya, mendengarkan suara-suara).
1. Kejang
Parsial Sederhana
Hanya jari atau tangan
yang bergetar; atau mulut bergerenyut tekterkontrol; bicara tak dapat
dimengerti; mungkin pening; dapat mengalami penglihatan, suara, bau, atau kecap
yang taklazim atau tak menyenangkan—semua tanpa terjadi kehilangan kesadaran.
2. Kejang
Parsial Kompleks
Masih dalam keadaan
sedikit bergerak atau gerakan secara otomatis tetapi tidak bertujuan terhadap
waktu dan tempat; dapat mengalami emosi rasa ketakutan, marah, kegirangan, atau
peka rangsang yang berlebihan; tidak mengingat peeriode tersebut ketika sudah berlalu.
3. Kejang
Umum (kejang Grand Mal)
Mengenai kedua hemisfer
otak, kekuatan yang kuat dari seluruh tubuh diikuti dengan perubahan kedutan
dari relaksasi otot dan kontraksi (kontraksi tonik klonik umum).
· Kontaksi
diafragma dan dada simultan menyebabkan karateristik tangis epilektik.
· Lidah
tergigit, inkontinen urine dan fecces.
· Gerakan
konvulsif berlangsung 1 atau 2 menit
· Relaks
dan berbaring dalam koma yang dalam, napas bising.
a. Mioklonik
Pada epilepsi mioklonik
terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau
semua otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada
semua umur.
b. Klonik
Pada epilepsi ini tidak
terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal multiple di
lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada anak.
c. Tonik
Pada epilepsi ini tidak
ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh
bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada
anak.
d. Tonik-
klonik
Epilepsi ini sering
dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan nama grand mal. Serangan
dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu epilepsi.
Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku
berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh.
Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa
saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi
berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat
serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula
bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan
keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
e. Atonik
Pada keadaan ini
otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran
dapat tetap baik atau menurun sebentar. Epilepsi ini terutama sekali dijumpai
pada anak
Status Postiktal adalah setelah kejang, pasien
sering bingung dan sulit untuk bangun, mungkin tidur selama berjam-jam. Banyak
yang mengeluhkan sakit kepala dan nyeri otot.
F.
Pemeriksaan Penunjang
1. CT
Scan : untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler
abnormal, gangguan degeneratif serebral
2. Elektroensefalogram(EEG)
: untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
3. Magnetik
resonance imaging (MRI)
4. Kimia
darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
G. Penatalaksaan
Penatalaksanaan
epilepsy direncanakan sesuai dengan program jangka panjang dan dibuat untuk
memenuhi kebutuhan khusus masing-masing pasien.
Tujuan
dari pengobatan adaah untuk menghentikan kejang sesegera mungkin, untuk
menjamin oksigenasi serebral yang adekuat, dan untuk mempertahankan pasien
dalam status bebas kejang.
1. Tetapkan
jalan nafas dan oksigenasi yang adekuat (lakukan intubasi bila perlu); lakukan
pemasangan infuse untuk emberian obat-obatan dan pemeriksaan darah.
2. Berikan
diazepam intravena dengan perlahan dalam upaya untuk menghambat kejang.
3. Berikan
medikasi antikonvusan lain (fenitoin, fenobarbital) sesuai yang diharuskan
setelah pemberian diazepam untuk mempertahankan status bebas kejang.
4. Pantau
tanda-tanda vital dan status neurologis secara terus-menerus.
5. Pantau
EEG untuk menenukan sifat dari aktifitas epiletogenik. Gunakan anastesia umum
dengan barbiturate erja singkat, jika pengobatan awal tidak memberikan hasil.
6. Ukur
konsentrasi dalam serum dari obat antikonvulsan yang digunakan pasien.
7. Pasien
dapat mati akibat keterlibatan depresi jantung atau pernapasan.
8. Kaji
potensial pembengkakan serebral postiktal.
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1.
Identitas
Identitas klien meliputi : nama,
umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit,
nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
2.
Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong
penderita leukimia untuk masuk RS. keluhan utama pada penderita leukemia yaitu
perasaan lemah, nafsu makan turun, demam, perasaan tidak enak badan,
nyeri pada ektremitas.
3.
Riwayat penyakit sekarang
Merupakan riwayat klien saat ini
meliputi keluhan, sifat dan hebatnya keluhan, mulai timbul. Biasanya ditandai
dengan anak mulai rewel, kelihatan pucat, demam, anemia, terjadi pendarahan (
ptekia, ekimosis, pitaksis, pendarah gusi dan memar tanpa sebab), kelemahan
tedapat pembesaran hati, limpa, dan kelenjar limpe, kelemahan. nyeri
tulang atau sendi dengan atau tanpa pembengkakan.
4.
Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat
penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan
keadaan penyakit sekarang perlu ditanyakan.
5.
Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi
riwayat prenatal, natal dan post natal. Dalam riwayat prenatal perlu diketahui
penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu. Riwayat natal perlu diketahui
apakah bayi lahir dalam usia kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi
sistem kekebalan terhadap penyakit pada anak. Trauma persalinan juga
mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat
post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah
6.
Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran kesehatan
keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit yang dideritanya. Pada keadaan
ini status kesehatan keluarga perlu diketahui, apakah ada yang menderita
gangguan hematologi, adanya faktor hereditas misalnya kembar monozigot.
Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan
membantu dalam mengindentifikasi tipe kejang dan penatalaksanaannya.
1.
Selama serangan :
a.
Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
b.
Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
c.
Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke
lantai.
d.
Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik,
kejang klonik, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
e.
Apakah pasien menggigit lidah.
f.
Apakah mulut berbuih.
g.
Apakah ada inkontinen urin.
h.
Apakah bibir atau muka berubah warna.
i.
Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
j.
Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau
sifatnya berubah pada satu sisi atau keduanya.
2.
Sesudah serangan
a.
Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala,
otot-otot sakit, gangguan bicara
b.
Apakah ada perubahan dalam gerakan.
c.
Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang
terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan.
d.
Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan
atau frekuensi denyut jantung.
e.
Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
3.
Riwayat sebelum serangan
a.
Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi.
b.
Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat,
jantung berdebar.
c.
Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik
sensori, auditorik, olfaktorik maupun visual.
Pemeriksaan
fisik
a.
Aktivitas
Gejala : kelelahan, malaise,
kelemahan.
Tanda : kelemahan otot, somnolen.
b.
Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
Tanda : Takikardi, membrane mukosa
pucat.
c.
Eliminasi
Gejala : diare, nyeri, feses hitam,
darah pada urin, penurunan haluaran urine.
d.
Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, muntah,
penurunan BB, disfagia.
Tanda : distensi abdomen, penurunan
bunyi usus, hipertropi gusi (infiltrasi gusi mengindikasikan leukemia monositik
akut).
e.
Integritas ego
Gejala : perasaan tidak berdaya /
tidak ada harapan.
Tanda : depresi, ansietas, marah.
f.
Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi,
kacau, disorientasi, kurang konsentrasi, pusing, kesemutan.
Tanda : aktivitas kejang, otot mudah
terangsang.
g.
Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit
kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
Tanda : gelisah, distraksi.
h.
Pernafasan
Gejala : nafas pendek dengan kerja
atau gerak minimal.
Tanda : dispnea, takipnea, batuk.
i.
Keamanan
Gejala : riwayat infeksi saat ini /
dahulu, jatuh, gangguan penglihatan, perdarahan spontan, tak terkontrol dengan
trauma minimal.
Tanda : demam, infeksi, purpura,
pembesaran nodus limfe, limpa atau hati.
B.
Diagnosa Keperawatan
1.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan
otot pernapasan
2.
Perfusi jaringan serebral tidak efektif
3.
Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan
perubahan kesadaran, kerusakan kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme
perlindungan diri.
4.
Nyeri berhubungan dengan perubahan metabolisme,
ditandai dengan : klien secara non verbal menunjukkan gambar yang mewakili rasa
sakit yang dialami,menangis wajah meringis
5.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan
pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang pemajanan, atau
kesalahan interpretasi informasi.
6.
Termoregulasi tidak efektif
7.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
intoleransi aktivitas
8.
Defisit perawatan diri
9.
Gangguan persepsi sensori auditori
C. Intervensi
1. Pola
napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan
Tujuan :
setelah diberikan asuhan keperawatan selama pasien tidak mengalami gangguan
pola napas dengan kriteria hasil :
·
RR dalam batas normal sesuai umur
·
Nadi dalam batas normal sesuai umur
2.
Nyeri berhubungan dengan perubahan
metabolisme, ditandai dengan : klien secara non verbal menunjukkan gambar yang
mewakili rasa sakit yang dialami,menangis wajah meringis
Tujuan : setelah diberikan asuhan
keperawtan selama nyeri klien berkurang dengan kriteria hasil:
·
Klien secara non verbal menunjukkan gambar yang
mewakili penurunan rasa nyeri yang dialami
·
Klien tidak menangis lagi
·
Wajah klien tampak ceria
3. Resiko
terhadap cedera yang berhubungan dengan perubahan kesadaran, kerusakan kognitif
selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri.
Kriteria hasil : Dapat
mengurangi risiko cidera pada pasien
Kriteria pengkajian
fokus makna klinis
· Riwayat
kejang
· Tingkatan
kejangnya
4. Kurang
pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan :
·
pengetahuan keluarga meningkat
·
keluarga mengerti dengan proses penyakit epilepsi
·
keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit,
perawatan dan kondisi klien
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Epilepsi
merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya
bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan
berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat
mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekolompok besar sel-sel otak,
bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses
eksitasi didalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi.
Setiap
orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik
dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin
mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin
akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik. Umumnya
epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam process kelahiran, luka
kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi mungkin juga karena
genetik, tapi epilepsi bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya tetap
belum diketahui.
B.
Saran
Dalam
Makalah ini Penulis Menyadari masih terdapat banyak kekurangan. Kritik dan
saran sangat diharapkan penulis untuk penyempurnaan makalah ini yang bersifat
membangun.
Disarankan
kepada pembaca agar menghindari faktor resiko penyebab epilepsi karena epilepsi
dapat ditimbulkan karena kebiasaan yang salah.
DAFTAR PUSTAKA
Lynda Juall
C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester,
EGC, Jakarta
Marilyn E.
Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC,
Jakarta
NANDA, 2005.
Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005 – 2006 Alih bahasa Budi
Santosa. Prima Medika.
Wong, Donna
L., et al. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Volume 2.
Alih bahasa Agus Sunarta, dkk. EGC : Jakarta.
Sylvia, A. pierce.1999. Patofisologi Konsep Klinis.
Proses penyakit. Jakarta : EGC
The sands casino – A new and exciting gaming venue
BalasHapusLocated หาเงินออนไลน์ on the Gulf 1xbet korean Coast, Sands Hotel and Casino is a modern gaming hub in a state of the art Las Vegas style septcasino casino. The sands casino features slot machines,