Rabu, 23 November 2016

Epilepsi



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada dasarnya epilepsi merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang timbul akibat adanya ketidak seimbangan polarisasi listrik di otak. Ketidak seimbangan polarisasi listrik tersebut terjadi akibat adanya fokus-fokus iritatif pada neuron sehingga menimbulkan letupan muatan listrik spontan yang berlebihan dari sebagian atau seluruh daerah yang ada di dalam otak. Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya).
Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak. Pada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang di antaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang. Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif di antara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang.
Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian yang tinggi, stigma sosial yang buruk, ketakutan, kecemasan, gangguan kognitif, dan gangguan psikiatrik. Pada penyandang usia anak-anak dan remaja, permasalahan yang terkait dengan epilepsi menjadi lebih kompleks.

B.       Rumusan Masalah
1.         Apa definisi penyakit epilepsi?
2.         Bagaimana etiologi penyakit epilepsi?
3.         Bagaimana patofisiologi penyakit epilepsi?
4.         Bagaimana manisfestasi klinis penyakit epilepsi?
5.         Apa saja Klasifikasi penyakit epilepsi?
6.         Bagaimana pemeriksaan medis penyakit epilepsi?
7.         Bagaimana penatalaksanaan medis penyakit epilepsi?
8.         Bagaimana asuhan keperawatan penyakit epilepsi?

C.       Tujuan
1.         Untuk mengetahui definisi penyakit epilepsi
2.         Untuk mengetahui etiologi penyakit epilepsi
3.         Untuk mengetahui patofisiologi penyakit epilepsi
4.         Untuk mengetahui manisfestasi klinis penyakit epilepsi
5.         Untuk mengetahui Klasifikasi penyakit epilepsi
6.         Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang penyakit epilepsi
7.         Untuk mengetahui penatalaksanaan medis penyakit epilepsi
8.         Untuk mengetahui asuhan keperawatan penyakit epilepsi



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Definisi
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat le
pasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007)
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik (anonim, 2008).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala – gejala yang datang dalam serangan – serangan, berulang – ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel – sel sarf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi. Serangan adalah suatu gejala yang timbul tiba – tiba dan menghilang secara tiba – tiba pula.

B.       Etiologi
1.         Idiopatik; sebagian besar epilepsy pada anak adalah epilepsy idopati
2.         Factor herediter; ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan kajang seperti sclerosis tuberose, neurofibromatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal, feniketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemi
3.         Faktor genetic; pada kejang demam dan breath holding spells
4.         Kelainan congenital otak; atrofi, porensefali, agenesis korpus kalosum
5.         Gangguan metabolic; hipoglikemi, hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia
6.         Infeksi; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan selaputnya, toksoplasmosis
7.         Trauma; kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural
8.         Neoplasma otak dan selaputnya
9.         Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
10.     Keracunan: timbale(Pb), kamper(kapur barus), fenotiazin, air
11.     lain – lain: penyakit darah, gangguan keseimbngan hormone, degenerasi serebral dan lain – lain.

C.       Patofisiologi
Gejala-gejala serangan epilepsy sebagian timbul sesudah otak mengalami gangguan, sedangkan beratnya serangan epilepsy tergantung dari lokasi dan keadaan patologi. Lesi pada otak tengah, thalamus dan korteks serebri kemungkinan besar bersifat epileptogenik, sedangkan lesi pada serebelum dan batang otak biasanya tidak mengakibatkan serangan epilepsy.
Pada tingkat membrane sel, neuron epileptic ditandai oleh fenomena biokimia tertentu. Beberapa diantaranya adalah :
1.    Ketidakstabilan membrane sel saraf sehingga sel lebih mudah diaktifkan
2.    Neuron hipersensitif dengan ambang yang menurun, sehingga mudah terangsang- terangsang secara berturut-turut.
3.    Mungkin terjadi polarisasi yang abnormal (polarisasi berlebihan, hiperpolarisasi atau terhentinya polarisasi).
4.    Ketidakseimbangan ion yang mengubah ingkungan kimia dari neuron. Pada waktu terjadi serangan keseimbangan elektrolit pada tingkat neuronal mengalami perubahan. Ketidakseimbangan ini akan menyebabkan membrane neuron mengalami polarisasi.
Perubahan- Perubahan metabolisme terjadi selam serangan dan segera sesudah serangan. Perubahan ini terjadi antara lain disebabkan juga oleh peningkatan kebutuhan energy akibat hiperaktivitas neuron. Kebutuhan metabolisme meningkat secara drastic selama serangan kejang. Aliran elektris yang dikeluarkan oleh sel-sel saraf motoris dapat meningkat sampai 1000 per detik. Aliran darah serebral meningkat, demikian juga pernapasan dan glikolisis jaringan. Selama dan sesudah serangan cairan serebrospinal (CSS) mengandung asetilkolin, sedangkan kadar asam glutamate mungkin menurun selama serangan.
Pada waktu diadakan otopsi tak ditemukan perubahan yang menyolok. Bukti histopatologis menyokong hipotesis bahwa lesi sesungguhnya bersifat neurokimia dan bukan structural. Tak ada satu factor patologis tetap yang ditemukan. Diantara serangan ditemukan kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin. Agaknya tempat yang mengalami serangan sangat peka terhadap asetilkolin, suatu trasnsmiter fasilitator. Pembuangan dan pengikatan asetilkoin berlangsung lamban

D.      Manisfestasi Klinis
1.    Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan
2.    Kelainan gambaran EEG
3.    Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen
4.    Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
5.    Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
6.    Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat
7.    Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak normal seperti pada keadaan normal
8.    Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan terkadang individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat
9.    Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara secara tiba- tiba
10.     Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang- menendang
11.     Gigi geliginya terkancing
12.     Hitam bola matanya berputar- puta
13.     Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil

E.       Klasifikasi
Kejang berkisar dari melotot bengong sampai gerakan konvulsif yang berkepanjangan dengan disertai kehilangan kesadaran. Kejang diklasifikasikan sebagai parsial, umum, dan taktergolongkan sesuai dengan area otak yang terkena. Aura, yang merupakan sensasi pertanda atau premonitory, terjadi sebelum kejang (mis. Melihat kilatan cahaya, mendengarkan suara-suara).
1.    Kejang Parsial Sederhana
Hanya jari atau tangan yang bergetar; atau mulut bergerenyut tekterkontrol; bicara tak dapat dimengerti; mungkin pening; dapat mengalami penglihatan, suara, bau, atau kecap yang taklazim atau tak menyenangkan—semua tanpa terjadi kehilangan kesadaran.
2.    Kejang Parsial Kompleks
Masih dalam keadaan sedikit bergerak atau gerakan secara otomatis tetapi tidak bertujuan terhadap waktu dan tempat; dapat mengalami emosi rasa ketakutan, marah, kegirangan, atau peka rangsang yang berlebihan; tidak mengingat peeriode tersebut ketika sudah berlalu.
3.    Kejang Umum (kejang Grand Mal)
Mengenai kedua hemisfer otak, kekuatan yang kuat dari seluruh tubuh diikuti dengan perubahan kedutan dari relaksasi otot dan kontraksi (kontraksi tonik klonik umum).
·      Kontaksi diafragma dan dada simultan menyebabkan karateristik tangis epilektik.
·      Lidah tergigit, inkontinen urine dan fecces.
·      Gerakan konvulsif berlangsung 1 atau 2 menit
·      Relaks dan berbaring dalam koma yang dalam, napas bising.
a.    Mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
b.    Klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada anak.
c.    Tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak.
d.   Tonik- klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu epilepsi. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.


e.    Atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Epilepsi ini terutama sekali dijumpai pada anak
Status Postiktal adalah setelah kejang, pasien sering bingung dan sulit untuk bangun, mungkin tidur selama berjam-jam. Banyak yang mengeluhkan sakit kepala dan nyeri otot.

F.        Pemeriksaan Penunjang
1.   CT Scan : untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral
2.   Elektroensefalogram(EEG) : untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
3.   Magnetik resonance imaging (MRI)
4.   Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.

G.      Penatalaksaan
Penatalaksanaan epilepsy direncanakan sesuai dengan program jangka panjang dan dibuat untuk memenuhi kebutuhan khusus masing-masing pasien.
Tujuan dari pengobatan adaah untuk menghentikan kejang sesegera mungkin, untuk menjamin oksigenasi serebral yang adekuat, dan untuk mempertahankan pasien dalam status bebas kejang.
1.      Tetapkan jalan nafas dan oksigenasi yang adekuat (lakukan intubasi bila perlu); lakukan pemasangan infuse untuk emberian obat-obatan dan pemeriksaan darah.
2.      Berikan diazepam intravena dengan perlahan dalam upaya untuk menghambat kejang.
3.      Berikan medikasi antikonvusan lain (fenitoin, fenobarbital) sesuai yang diharuskan setelah pemberian diazepam untuk mempertahankan status bebas kejang.
4.      Pantau tanda-tanda vital dan status neurologis secara terus-menerus.
5.      Pantau EEG untuk menenukan sifat dari aktifitas epiletogenik. Gunakan anastesia umum dengan barbiturate erja singkat, jika pengobatan awal tidak memberikan hasil.
6.      Ukur konsentrasi dalam serum dari obat antikonvulsan yang digunakan pasien.
7.      Pasien dapat mati akibat keterlibatan depresi jantung atau pernapasan.
8.      Kaji potensial pembengkakan serebral postiktal.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.      Pengkajian
1.    Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
2.    Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita leukimia untuk masuk RS. keluhan utama pada penderita leukemia yaitu perasaan lemah, nafsu makan turun, demam, perasaan tidak enak badan, nyeri  pada ektremitas.
3.    Riwayat penyakit sekarang
Merupakan riwayat klien saat ini meliputi keluhan, sifat dan hebatnya keluhan, mulai timbul. Biasanya ditandai dengan anak mulai rewel, kelihatan pucat, demam, anemia, terjadi pendarahan ( ptekia, ekimosis, pitaksis, pendarah gusi dan memar tanpa sebab), kelemahan tedapat pembesaran hati, limpa, dan kelenjar  limpe, kelemahan. nyeri tulang atau sendi dengan atau tanpa pembengkakan.
4.    Riwayat penyakit dahulu
Adanya  riwayat  penyakit  sebelumnya  yang  berhubungan  dengan  keadaan  penyakit  sekarang  perlu  ditanyakan.
5.    Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal. Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahir dalam usia kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi sistem kekebalan terhadap penyakit pada anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah
6.    Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu diketahui, apakah ada yang menderita gangguan hematologi, adanya faktor hereditas misalnya kembar monozigot.
Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu dalam mengindentifikasi tipe kejang dan penatalaksanaannya.
1.    Selama serangan :
a.    Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
b.    Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
c.    Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
d.   Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang klonik, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
e.    Apakah pasien menggigit lidah.
f.     Apakah mulut berbuih.
g.    Apakah ada inkontinen urin.
h.    Apakah bibir atau muka berubah warna.
i.      Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
j.      Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu sisi atau keduanya.

2.    Sesudah serangan
a.    Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan bicara
b.    Apakah ada perubahan dalam gerakan.
c.    Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan.
d.   Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi denyut jantung.
e.    Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.

3.    Riwayat sebelum serangan
a.    Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi.
b.    Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.
c.    Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik, olfaktorik maupun visual.


Pemeriksaan fisik
a.    Aktivitas
Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan.
Tanda : kelemahan otot, somnolen.
b.    Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat.
c.    Eliminasi
Gejala : diare, nyeri, feses hitam, darah pada urin, penurunan haluaran urine.
d.   Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, hipertropi gusi (infiltrasi gusi mengindikasikan leukemia monositik akut).
e.    Integritas ego
Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.
Tanda : depresi, ansietas, marah.
f.     Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi, pusing, kesemutan.
Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
g.    Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
Tanda : gelisah, distraksi.
h.    Pernafasan
Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal.
Tanda : dispnea, takipnea, batuk.
i.      Keamanan
Gejala : riwayat infeksi saat ini / dahulu, jatuh, gangguan penglihatan, perdarahan spontan, tak terkontrol dengan trauma minimal.
Tanda : demam, infeksi, purpura, pembesaran nodus limfe, limpa atau hati.

B.       Diagnosa Keperawatan
1.    Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan
2.    Perfusi jaringan serebral tidak efektif
3.    Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan perubahan kesadaran, kerusakan kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri.
4.    Nyeri berhubungan dengan perubahan metabolisme, ditandai dengan : klien secara non verbal menunjukkan gambar yang mewakili rasa sakit yang dialami,menangis wajah meringis
5.    Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang pemajanan, atau kesalahan interpretasi informasi.
6.    Termoregulasi tidak efektif
7.    Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas
8.    Defisit perawatan diri
9.    Gangguan persepsi sensori auditori

C.       Intervensi
1.    Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama pasien tidak mengalami gangguan pola napas dengan kriteria hasil :
·    RR dalam batas normal sesuai umur
·    Nadi dalam batas normal sesuai umur

2.    Nyeri berhubungan dengan perubahan metabolisme, ditandai dengan : klien secara non verbal menunjukkan gambar yang mewakili rasa sakit yang dialami,menangis wajah meringis
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawtan selama nyeri klien berkurang dengan  kriteria hasil:
·      Klien secara non verbal menunjukkan gambar yang mewakili penurunan rasa nyeri  yang dialami
·      Klien tidak menangis lagi
·      Wajah klien tampak ceria

3.    Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan perubahan kesadaran, kerusakan kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri.
Kriteria hasil : Dapat mengurangi risiko cidera pada pasien
Kriteria pengkajian fokus makna klinis
·      Riwayat kejang
·      Tingkatan kejangnya

4.    Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan :
·      pengetahuan keluarga meningkat
·      keluarga mengerti dengan proses penyakit epilepsi
·      keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien


BAB IV
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekolompok besar sel-sel otak, bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik. Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam process kelahiran, luka kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi mungkin juga karena genetik, tapi epilepsi bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya tetap belum diketahui.

B.       Saran
Dalam Makalah ini Penulis Menyadari masih terdapat banyak kekurangan. Kritik dan saran sangat diharapkan penulis untuk penyempurnaan makalah ini yang bersifat membangun.
Disarankan kepada pembaca agar menghindari faktor resiko penyebab epilepsi karena epilepsi dapat ditimbulkan karena kebiasaan yang salah.


DAFTAR PUSTAKA
Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta
NANDA, 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005 – 2006 Alih bahasa  Budi Santosa. Prima Medika.
Wong, Donna L., et al. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Volume 2. Alih bahasa Agus Sunarta, dkk. EGC : Jakarta.
Sylvia, A. pierce.1999. Patofisologi Konsep Klinis. Proses penyakit. Jakarta : EGC


1 komentar:

  1. The sands casino – A new and exciting gaming venue
    Located หาเงินออนไลน์ on the Gulf 1xbet korean Coast, Sands Hotel and Casino is a modern gaming hub in a state of the art Las Vegas style septcasino casino. The sands casino features slot machines,

    BalasHapus