BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Medulla spinalis adalah bagian dari system saraf yang membentuk system
kontinu dengan batang otak yang keluar dari hemisfer , serebral dan memberikan
tugas sebagai penghubung otak dan saraf perifer , seperti pada kulit dan otot.
Panjangnya rata-rata 45 cm dan menipis pada jari-jari. Medulla spinalis ini
pemanjangan dari foramen magnum di dasar tengkorak sampai ke bagian lumbal
kedua tulang belakang , yang berakhir di dalam berkas serabut yang disebut
konus medullaris. Seterusnya di bawah lumbal kedua adalah akar saraf, yang
memanjang melabihi konus, dan disebut kauda equine dimana akar saraf ini
menyerupai akar kuda . saraf-saraf medulla spinalis tersusun atas 33 segmen
yaitu 7 segmen servikal , 12 torakal, 5 lumbal , 5 sakral , dan 5 segmen
koksigius
Medulla spinalis mempunyai 31 pasang sara spinal , masing-masing segmen
mempunyai satu untuk setiap sisi tubuh. Seperti otak , medulla spinalis terdiri
atas subtansi grisea dan alba. Subtansia grisea di dalam otak ada di daerah
eksternal dan subtansia alba ada pada bagian internal. Cedera medula spinalis
adalah cidera yang mengenai servikalis vetebralis dan lumbali akibat dari suatu
trauma yang mengenai tulang belakang. Cedera medula spinalis adalah masalah
kesehatan mayor yang mempengaruhi 150.000 sampai 500.000 orang Amerika Serikat
, dengan perkiraan 10.000 cedera baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini
lebih dominan pada pria kasus ini akibat dari kecelakaan kendaraan bermotor,
selain itu banyak akibat jatuh , olahraga dan kejadian industry dan luka
tembak. Dua pertiga kejadian adalah usia 30 tahun atau lebih muda. Kira-kira
jumlah jumlah total biaya yang digunakan untuk cedera ini mencapai 2 juta dolar
pertahun. Hal ini merupakan frekuensi yang tinggi dihubungkan dengan cedera dan
komplikasi medis. Vertebra yang sering mengalami cedera adalah medula spinalis
pada daerah servikal ke-5,6,7, torakal ke-12 dan lumbal pertama. Vertebra ini
adalah paling rentan karena rentang mobilitasnya yang lebih besar dalam kolumna
vertebral pada area ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa definisi cidera medula spinalis?
2.
Apa saja etiologi cidera medula spinalis?
3.
Bagaimana klasifikasi cidera medula spinalis?
4.
Bagaimana manifestasi klinis cidera medula spinalis?
5.
Bagaimana patofisiologi cidera medula spinalis?
6.
Bagaimana pohon masalah cidera medula spinalis?
7.
Bagaimana penatalaksanaan cidera medula spinalis?
8.
Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan cidera medula
spinalis?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui definisi cidera medula spinalis
2.
Untuk mengetahui etiologi cidera medula spinalis
3.
Untuk mengetahui klasifikasi cidera medula spinalis
4.
Untuk mengetahui manifestasi klinis cidera medula
spinalis
5.
Untuk mengetahui patofisiologi cidera medula spinalis
6.
Untuk mengetahui pohon masalah cidera medula spinalis
7.
Untuk mengetahui penatalaksanaan cidera medula
spinalis
8.
Untuk mengetahui konsep Asuhan Keperawatan cidera
medula spinalis
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Definisi
Medula spinalis ( spinal cord) merupakan bagian susunan saraf pusat yang
terletak di dalam kanalis vertebralis dan menjulur dari foramen magnum ke
bagian atas region lumbalis. Trauma pada medulla spinalis dapat bervariasi dari
trauma ekstensi fiksasi ringan yang terjadi akibat benturan secara mendadak
sampai yang menyebabkan transeksi lengkap dari medulla spinalis dengan
quadriplegia.
Cedera Medula spinalis dalah cedera yang biasanya
berupa fraktur atau cedera lain pada tulang vertebra, korda spinalis itu
sendiri, yang terletak didalam kolumna vertebralis, dapat terpotong, tertarik,
terpilin atau tertekan. Kerusakan pada kolumna vertaebralis atau korda dapat
terjadi disetiap tingkatan,kerusakan korda spinalis dapat mengenai seluruh
korda atau hanya separuhnya.
Cedera medulla spinalis adalah cedera dimana medulla
spinalis tertekan akibat fraktur vertebra, perubahan posisi vertebra.
Cedera medulla spinalis adalah cedera yang mengenai
servikalis, vetebratis dan lumbalis akibat suatu trauma yang mengenai tulang
belakang. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai aringan lunak pada tulang
belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang itu sendiri dan sumsum
tulang belakang (spinal cord).
B.
Etiologi
1.
Kecelakaan di jalan raya ( penyebab paling sering)
2.
Kecelakaan Olahraga
3.
Menyelam pada air yang dangkal
4.
Luka tembak atau luka tikam
5.
Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla
spinalis seperti spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan
saluran sempit dan mengakibatkan cedera progresif terhadap medulla spinalis dan
akar ; mielitis akibat proses inflamasi infeksi maupun non infeksi ;
osteoporosis yang di sebabkan oleh fraktur kompresi pada vertebra ;
siringmielia ; tumor infiltrasi maupun kompresi ; dan penyakit vascular.
C.
Klasifikasi
1)
Cedera tulang
a.
Stabil.
Bila
kemampuan fragmen tulang tidak memengaruhi kemampuan untuk bergeser lebih jauh
selain yang terjadi saat cedera.Komponen arkus neural intak serta ligament yang
menghubungkan ruas tulang belakang,terutama ligament longitudinal posterior
tidak robek.Cedera stabil disebabkan oleh tenaga fleksi,ekstensi,dan kompresi
yang sederhana terhadap kolumna tulang belakang dan paling sering tampak pada
daerah toraks bawah serta lumbal (fraktur baji badan ruas tulang belakang
sering disebabkan oleh fleksi akut pada tulang belakang).
b.
Tidak stabil.
Fraktur
mempengaruhi kemampuan untuk bergeser lebih jauh.Hal ini disebabkan oleh adanya
elemen rotasi terhadap cedera fleksi atau ekstensi yang cukup untuk merobek
ligament longitudinal posterior serta merusak keutuhan arkus neural, baik
akibat fraktur pada fedekel dan lamina, maupun oleh dislokasi sendi apofiseal.
2)
Cedera neurologis
a.
Tanpa deficit neurologis
Disertai
deficit neurologis, dapat terjadi di daerah punggung karena kanal spiral
terkecil terdapat di daerah ini.
D. Manifestasi
klinis
1. Nyeri
akut pada belakang leher yang menyebar sepanjang syaraf yang terkena.
2. Paralegia
3. Paralisis
sensorik motorik total
4. Kehilangan
kontrol kandung kemih (retensi urine, distensi kandung kemih)
5. Penurunan
keringat dan vasokomoto
6. Penurunan
fungsi pernapasan
7. Gagal
napas
E.
Patofisiologi
Cedera medulla spinalis kebanyakan terjadi sebagai akibat cedera pada
vertebra. Medula spinalis yang mengalami cedera biasanya berhubungan dengan
akselerasi , deselerasi atau kelainan yang di akibatkan oleh berbagai tekanan
yang mengenai tulang belakang. Tekanan cedera pada medulla spinalis mengalami
kompresi, tertarik, atau merobek jaringan. Lokasi cedera umumnya mengenai C1
dan C2,C4,C6 dan T11, atau L2.
Fleksi rotasi, dislokasi, dislokasi fraktur, umumnya mengenai servikal pada
C5 dan C6. Jika mengenai spina torakolumbar, terjadi pada T12-L1. Fraktur
lumbal adalah fraktur yang terjadi pada daerah tulang belakang bagian bawah. Bentuk
cedera ini mengenai ligament,fraktur vertebra, kerusakan pembuluh darah,dan
mengakibatkan iskemia pada medulla spinalis.
Hiperekstensi. Jenis cedera ini umumnya mengenai klien dengan usia dewasa
yang memiliki perubahan degenerative vertebra, usia muda yang mendapat
kecelakaan lalu lintas saat mengendarai kendaraan, dan usia muda yang mengalami
cedera leher saat menyelam. Jenis cedera ini menyebabkan medulla spinalis
bertentangan dengan ligamentum flava dan mengakibatkan kontusio kolom dan
dislokasi vertebra. Transeksi lengkap
dan medulla spinalis dapat mengikuti cedera hiperekstensi. Lesi lengkap dari
medulla spinalis mengakibatkan kehilangan pergerakan volunter menurun pada
daerah lesi dan kehilangan fungsi reflex pada isolasi bagian medulla spinalis.
Kompresi. Cedera kompresi sering disebabkan karena jatuh atau melompat dari
ketinggian dengan posisi kaki atau bokong (duduk). Tekanan mengakibatkan
fraktur vertebra dan menekan medulla spinalis. Diskus dan fragmen tulang dapat
masuk ke medulla spinalis .Lumbal dan toraks vertebra umumnya akan mengalami
cedera serta menyebabkan edema dan perdarahan. Edema pada medulla spinalis
mengakibatkan kehilangan fungsi sensasi.
F.
Pohon Masalah
Terlampir
G. Penatalaksanaan
a.
Penatalaksanaan
Kedaruratan
pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting,
karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan
fungsi neurologik. Korban kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan berkendara,
Trauma olahraga kontak, jatuh,atau trauma langsung pada kepala dan leher dan
leher harus dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti
Trauma ini disingkirkan.
1)
Ditempat
kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal( punggung) ,dengan
kepala dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah Trauma komplit.
2)
Salah satu
anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk mencegah fleksi, rotasi atau
ekstensi kepala.
3)
Tangan
ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan traksi dan
kesejajaran sementara papan spinalatau alat imobilisasi servikal dipasang.
4)
Paling sedikit
empat orangharus mengangkat korban dengan hati- hati keatas papan untuk
memindahkan memindahkan kerumah sakit. Adanya gerakan memuntir dapat merusak medula
spinais ireversibel yang menyebabkan fragmen tulang vertebra terputus, patah,
atau memotong medula komplit.
Sebaiknya pasien dirujuk keTrauma
spinal regional atau pusat trauma karena personel multidisiplin dan pelayanan
pendukung dituntut untuk menghadapi perubahan dekstruktif yang tejadi beberapa
jam pertama setelah Trauma.Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen
kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan pemindahan .
Pemindahan pasien ketempat tidur menunjukkan masalah perawat yang pasti. Pasien
harus dipertahankan dalam posisi eksternal.Tidak ada bagian tubuh yang
terpuntir atau tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi
duduk.
Pasien harus ditempatkan diatas
sebuah stryker atau kerangka pembalik lain ketika merencanakan pemindahan
ketempat tidur. Selanjutnya jika sudah terbukti bahwa ini bukan Trauma medula,
pasien dapat dipindahkan ketempat tidur biasa tanpa bahaya.Sebaliknya kadang-
kadang tindakan ini tidak benar.Jika stryker atau kerangka pembalik lain tidak
tersedia pasien harus ditempatkan diatas matras padat dengan papan tempat tidur
dibawahnya.
b.
Penatalaksanaan
Trauma Medula Spinalis ( Fase Akut)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma
medula spinalis lebih lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan
defisit neurologis. Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan
oksigenasi dan kestabilan kardiovaskuler.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1. Anamesa
Nama
Umur
Jenis
Kelamin
Status
2. Pemeriksaan
fisik
a)
Aktifitas /Istirahat
Kelumpuhan
otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi. Kelemahan umum /kelemahan
otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
b)
Sirkulasi
Hipotensi,
Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.
c)
Eliminasi
Retensi urine,
distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis berwarna seperti kopi
tanah /hematemesis.
d)
Integritas Ego
Takut,
cemas, gelisah, menarik diri.
e)
Makanan /cairan
Mengalami
distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
f)
Higiene
Sangat
ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)
g)
Neurosensori
Kelumpuhan,
kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan pada syok spinal).
Kehilangan
sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak setelah syok spinal sembuh).
Kehilangan
tonus otot /vasomotor, kehilangan refleks /refleks asimetris termasuk tendon
dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh yang
terkena karena pengaruh trauma spinal.
h)
Nyeri /kenyamanan
Mengalami
deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
i)
Pernapasan
Pernapasan
dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat, sianosis.
B.
Diagnosa Keperawatan
1.
Hambatan
mobilisasi fisik b.d kerusakan neuromuskular
2.
Inkontinensia urin dan alvi berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler
3.
Resiko
terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan inkotinensia
urin dan feses
C. Intervensi
1.
Dx : Hambatan
mobilisasi fisik b.d kerusakan neuromuskular
Intervensi:
·
Pertahanan body aligment dan
posisi yang nyaman
·
Cegah
pasien jatuh
·
Lakukan latihan aktif maupun
pasif
·
Lakukan fisiotheraphy dada
dan postural
·
Tingkatkan aktivitas sesuai
batas toleransi
Rasional
·
Mencegah iritasi dan
komplikasi
·
Mempertahankan keamanan
pasien
·
Meningkatkan sirkulasi dan
mencegah kontraktur
·
Meningkatkan fungsi paru
·
Memaksimalkan mobilisasi
2.
Dx: Inkontinensia urin dan alvi berhubungan dengan kerusukan neuromuskuler
Intervensi:
·
Monitor keadaan setiap 2 jam
·
Tingkatkan aktivitas dengan kolaborasi
dokter/fisioterapi
·
Kolaborasi dalam bladder training
·
Hindari factor pencetus inkontinensia urin seperti
cemas
·
Kolaborasi dengan dokter dalam pengobatan dan
kateterisasi
·
Jelaskan tentang pengobatan, kateter, penyebab, tindakan
lainnya
Rasional
·
Membantu mecegah distensi atau komplikasi
·
Meningkatkan kekuatan otot ginjal dan fungsi bladder.
·
Menguatkan otot dasar pelvis.
·
Mengurang inkontinensia
·
Mengatasi factor penyebab
·
Meningkatkan pengetahuan dan diharapkan pasien lebih
kooperatif.
3.
Dx: Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang
berhubungan dengan inkotinensia urin dan feses
Intervensi :
·
Pertahankan agar kulit tetap bersih dan kering.
Gunakan popok sekali pakai untuk wanita. Pada pria gunakan kondom kateter atau
celana sekali pakai. Bila menggunakan kondom kateter ganti setiap hari
Rasional :
· Keasaman
urin meningkatkan resiko terhadap kerusakan kulit. Kelembapan yang terjadi
disekitar kondom kateter menjadi tempat yang baik untuk pertumbuhan bakteri
apabila tidak dibersihkan secara teratur
BAB IV
CASE STUDY
A. Deskripsi
kasus
Seorang lelaki dibawa ke RS karena
jatuh ketika mendaki gunung. Hasil
pengkajian menunjukkan klien mengeluh kedua kaki tidak bisa digerakkan, tidak bisa mengontrol BAB dan BAK yang tidak
disadari, terdapat lesi diarea pinggang, setelah diperiksa ternyata cidera tulang
belakang.
B. Pengkajian
1.
Anamesa :
Nama : Mr. X
Umur : 27
Jenis
Kelamin : Laki-laki
Status : Lajang
2.
Pengkajian fisik
a)
Aktifitas /Istirahat
Kelumpuhan
otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi. Kelemahan umum /kelemahan
otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
b)
Sirkulasi
Hipotensi, Hipotensi
posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.
c)
Eliminasi
Retensi
urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis berwarna
seperti kopi tanah /hematemesis.
d)
Integritas Ego
Takut,
cemas, gelisah, menarik diri.
e)
Makanan /cairan
Mengalami
distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
f)
Higiene
Sangat
ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)
g)
Neurosensori
Kelumpuhan,
kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan pada syok spinal).
Kehilangan
sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak setelah syok spinal sembuh).
Kehilangan
tonus otot /vasomotor, kehilangan refleks /refleks asimetris termasuk tendon
dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh yang
terkena karena pengaruh trauma spinal.
h)
Nyeri /kenyamanan
Mengalami
deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
i)
Pernapasan
Pernapasan
dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas ronki, pucat, sianosis.
C.
Diagnosa Keperawatan
1.
Hambatan
mobilisasi fisik b.d kerusakan neuromuskular
2.
Inkontinensia
urin dan alvi berhubungan dengan kerusukan neuromuskuler
3.
Resiko
terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan inkotinensia
urin dan feses
D. Intervensi
1. Dx : Hambatan mobilisasi fisik b.d kerusakan neuromuskular
Intervensi:
·
Pertahanan body aligment dan
posisi yang nyaman
·
Cegah
pasien jatuh
·
Lakukan latihan aktif maupun
pasif
·
Lakukan fisiotheraphy dada
dan postural
·
Tingkatkan aktivitas sesuai
batas toleransi
Rasional
·
Mencegah iritasi dan
komplikasi
·
Mempertahankan keamanan
pasien
·
Meningkatkan sirkulasi dan
mencegah kontraktur
·
Meningkatkan fungsi paru
·
Memaksimalkan mobilisasi
2.
Dx: Inkontinensia urin dan alvi berhubungan dengan kerusukan neuromuskuler
Intervensi:
·
Monitor keadaan setiap 2 jam
·
Tingkatkan aktivitas dengan kolaborasi
dokter/fisioterapi
·
Kolaborasi dalam bladder training
·
Hindari factor pencetus inkontinensia urin seperti
cemas
·
Kolaborasi dengan dokter dalam pengobatan dan
kateterisasi
·
Jelaskan tentang pengobatan, kateter, penyebab, tindakan
lainnya
Rasional
·
Membantu mecegah distensi atau komplikasi
·
Meningkatkan kekuatan otot ginjal dan fungsi bladder.
·
Menguatkan otot dasar pelvis.
·
Mengurang inkontinensia
·
Mengatasi factor penyebab
·
Meningkatkan pengetahuan dan diharapkan pasien lebih
kooperatif.
3.
Dx: Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang
berhubungan dengan inkotinensia urin dan feses
Intervensi :
·
Pertahankan agar kulit tetap bersih dan kering.
Gunakan popok sekali pakai untuk wanita. Pada pria gunakan kondom kateter atau
celana sekali pakai. Bila menggunakan kondom kateter ganti setiap hari
Rasional :
· Keasaman
urin meningkatkan resiko terhadap kerusakan kulit. Kelembapan yang terjadi
disekitar kondom kateter menjadi tempat yang baik untuk pertumbuhan bakteri
apabila tidak dibersihkan secara teratur
Kasus : Cedera Medula
Spinalis
Seorang lelaki dibawa ke RS karena
jatuh ketika mendaki gunung. Hasil
pengkajian menunjukkan klien mengeluh kedua kaki tidak bisa digerakkan, tidak bisa mengontrol BAB dan BAK yang tidak
disadari, terdapat lesi diarea
pinggang, setelah diperiksa ternyata
cidera tulang belakang.
Pertanyaan :
1)
Melihat
manifestasi klinis yang dialami klien maka kemungkinan klien mengalami cidera
tulang belakang diarea?
2)
Sebagai
petigas kesehatan, apabila anda ada ditempat kejadian penanganan pertama yang
dapat anda lakukan adalah?
3)
Apa
diagnosa keperawatan prioritas pada kasus diatas dan bagaimana intervensi
keperawatannya?
Jawaban :
1)
Diarea
4L yaitu paraplegia yaitu bagian yang mengontrol usus besar dan usus buntu,
kandung kemih, kalenjer prostar laki-laki,
dan organ reproduksi perempuan
2)
Mempertahankan
usaha bernafas, mencegah
syok,
imobilisasi mempertahankan tekanan
darah, mempertahankan pernafasan,
mempertahankan stabilisasi,
mencegah resistensi: urin, alvi,
kardiovaskuler, respiratorik.
3)
Diagnosa
keperawatan:
a.
Hambatan
mobilisasi fisik b.d kerusakan neuromuskular
Intervensi:
·
Pertahanan body aligment dan
posisi yang nyaman
·
Cegah
pasien jatuh
·
Lakukan latihan aktif maupun
pasif
·
Lakukan fisiotheraphy dada
dan postural
·
Tingkatkan aktivitas sesuai
batas toleransi
Rasional
·
Mencegah iritasi dan
komplikasi
·
Mempertahankan keamanan
pasien
·
Meningkatkan sirkulasi dan
mencegah kontraktur
·
Meningkatkan fungsi paru
·
Memaksimalkan mobilisasi
b.
Inkontinensia
urin dan alvi berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler
Intervensi:
·
Monitor keadaan setiap 2 jam
·
Tingkatkan aktivitas dengan kolaborasi
dokter/fisioterapi
·
Kolaborasi dalam bladder training
·
Hindari factor pencetus inkontinensia urin seperti cemas
·
Kolaborasi dengan dokter dalam pengobatan dan
kateterisasi
·
Jelaskan tentang pengobatan, kateter, penyebab, tindakan
lainnya
Rasional
·
Membantu mecegah distensi atau komplikasi
·
Meningkatkan kekuatan otot ginjal dan fungsi bladder.
·
Menguatkan otot dasar pelvis.
·
Mengurang inkontinensia
·
Mengatasi factor penyebab
·
Meningkatkan pengetahuan dan diharapkan pasien lebih
kooperatif.
c.
Resiko
terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan inkotinensia
urin dan feses
Intervensi :
·
Pertahankan agar kulit tetap bersih dan kering.
Gunakan popok sekali pakai untuk wanita. Pada pria gunakan kondom kateter atau
celana sekali pakai. Bila menggunakan kondom kateter ganti setiap hari
Rasional :
· Keasaman
urin meningkatkan resiko terhadap kerusakan kulit. Kelembapan yang terjadi
disekitar kondom kateter menjadi tempat yang baik untuk pertumbuhan bakteri
apabila tidak dibersihkan secara teratur
BAB V
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Trauma medula spinalis merupakan keadaan patologi akut pada medula spinalis yang
di akibatkan terputusnya komunikasi sensori dan motorik dengan susunan saraf
pusat dan saraf parifer. Tingkat kerusakan pada medula spinalis tergantung dari
keadaan atau inkomplet.
Faktor resiko terjadinya trauma medula
spinalis yaitu mengonsumsi alkohol dan
obat obatan saat mengendarai kendaraan sedangkan etiolaginya di sebabkan oleh
trauma dan non trauma. Mekanisme utama terjadi cedera vertebra adalah karena
hiperekstensi, hiperfleksi trauma kompresi vertical dan rotasi, bisa sendiri
atau kombinasi.
B.
Saran
Jadikanlah makalah ini sebagai media tulis yang dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan kita janganlah jadikan sebagai media tulis biasa yang tidak
bermanfaat dan penulis juga mengharapkan kritik dana saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan tugas berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tarwato, dkk. 2007. Keperawatan Medical Bedah Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Sagung Seto.
Tambayong, J, 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Widagdo, wahyu. 2008. Asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan sistim persarafan , Jakarta: TIM
Huda, Kusuma. 2015. Aplikasi asuhan
keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan NANDA NIC-NOC. Jogyakarta:
Mediaction
Herdman, Kamitsuru. 2015. Diagnosis
keperawatan definisi dan klasifikasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
Wilkinson, Ahren. 2009. Buku Saku
Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
Slots for iOS & Android - Joker388 Casino Online
BalasHapusJoker388 Casino is 경산 출장마사지 now 경상북도 출장마사지 available for iOS & 강릉 출장샵 Android. 경기도 출장샵 Try Joker388 casino online without any download and without registration. You can 성남 출장샵 play for free and