Minggu, 02 Oktober 2016

nikah siri menurut perspektif islam dan hukum di Indonesia



BAB I
PENDAHULAAN


A.      LATAR BELAKANG
Allah menciptakan sesuatu dengan pasang-pasangan, laki-laki perempuan , hewan jantan dan betina, siang dam malam dan sebagainya, manusia hidup berpasangan-pasangan menjadi suami istri menbangun rumah tangga yang damai dan teratur. Untuk itu haruslah diadakan ikatan dan pertalian yang kekal dan tidak mudah diputuskan, yaitu ikatan akad nikah atau ijab Kabul perkawinan. Bila akad nikah telah dilangsungkan maka mereka telah berjanji dan setia akan membangun rumah tangga yang sakinah dan mawadah warohmah, yang natinya akan akan lahir keturunan-keturunan dari mereka.
Dalam hukum islam tujuan perkawianan adalah menjalankan perintah allah SWT agar meperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dan membentuk keluarga yang bahagia. Artinya ketika seseorang memutuskan untuk menikah, maka lembaga perkawinan tersebut pastilah bertujuan untuk untuk menciptakan ketenangan. Dan kedamaian bagi manusia yang telah mampuh unuk melaksanakannya. Sebagai firman allah :

ﻴﺎﻤﻌﺳﺮﺍﻟﺷﺎﺐ ﻤﻦ ﺍﺳﺘﻁﺎﻉ ﻤﻧﻛﻢ ﺍﻟﺑﺎﺀﺓ ﻓﻠﻴﺘﺯ ﻮﺝ
“hai sekalian pemuda . siap yang sanggup bersetubu (Karena ada belanja nika), hendaklah berkawin”

ﻓﺎﻧﻛﺣﻮ ﺍﻤﺎ ﻂﺎﺐ ﻠﻛﻢ ﻤﻦ ﺍﻠﻧﺴﺂﺀﻤﺛﻦ ﻮﺛﻠﺚ ﻮﺮﺑﺎﻉ ﺨﻔﺗﻡ ﺍﻻﺗﻌﺪ ﻠﻮ ﺍﻔﻮ ﺍﺣﺫﺓ
﴿ ﺍﻠﻧﺳﺎﺀ :٣﴾
“ Maka kawianlah perempuan yang kamu sukai, satu, dua, tiga dan emapat, tetapi kalau kamu kautir tidak berlaku adil (diantara prempuan-prempuan Itu), hendaklah satu saja”(QS.Anisa.ayat 3)
Dalam firman Allah SWT dan sabda rosulnya mengajukan perkawinan. yang diatas sudah jelas.
Namun akhir ini banyak temuan kasus perkawinan sirih di berbagai kalangan, misalnya media cetak, maupun media elektronik dalam acara infotemen dalam siaran TV swasta, banyak sekali tayangan-tanyangan maraknya tentang perkawinan sirih mulai dari kalangan tokoh politik, selebritis maupun masyarakat biasa, meski perkawinan tersebut sah menurut agama namun belum tentu secara hukum.


B.       RUMUSAN MASALAH
1.         Apa Itu Nikah Siri?
2.         Bagaimana Tata Cara Pernikahan Siri?
3.         Bagaimana Hukum Nikah Siri Menurut Islam?
4.         Bagaimana Hukum Nikah Siri Menurut Hukum di Indonesia?


C.      TUJUAN
1.         Untuk Mengetahui Apa Itu Nikah Siri
2.         Untuk Mengetahui Bagaimana Tata Cara Pernikahan Siri
3.         Untuk Mengetahui Bagaimana Hukum Nikah Siri Menurut Islam
4.         Untuk Mengetahui Bagaimana Hukum Nikah Siri Menurut Hukum di Indonesia




BAB II
PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN NIKAH SIRI
Secara harfiah “sirri” itu artinya “rahasia”. Jadi, nikah sirri adalah pernikahan yang dirahasiakan dari pengetahuan orang banyak. Secara umum Nikah Siri adalah sebuah perbuatan dalam melakukan pernihakan sesuai aturan agama dalam hal ini Ajaran Islam namun karena berbagai hal yang menghalanginya menjadikan tidak terjadinya pencatatan secara sah atau legal oleh aparat yang berwenang dalam hal ini Pemerintah yang diwakili Departemen Agama. Nikah siri dalam konteks masyarakat sering dimaksudkan dalam beberapa pengertian.
Pertama, nikah yang dilaksanakan dengan sembunyi-sembunyi, tanpa mengundang orang luar selain dari kedua keluarga mempelai. Kemudian tidak mendaftarkan perkawinannya kepada Kantor Urusan Agama (KUA) sehingga nikah mereka tidak mempunyai legalitas formal dalam hukum positif di Indonesia sebagaimana yang diatur dalam undang-undang perkawinan. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan sipil negara. Ada yang karena faktor biaya, alias tidak mampu membayar administrasi pencatatan, ada pula yang disebabkan karena takut ketahuan melanggar aturan yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu, dan lain sebagainya. 
Kedua, nikah yang dilakukan sembunyi-sembunyi oleh sepasang laki-perempuan tanpa diketahui oleh kedua pihak keluarganya sekalipun. Bahkan benar-benar dirahasiakan sampai tidak diketahui siapa yang menjadi wali dan saksinya.
Ketiga, pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu, misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri, atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya.


B.       TATA CARA PERNIKAHAN SIRI
Kehidupan bersuami istri yang dibangun melalui lembaga perkawinan, sesungguhnya bukanlah semanta-mata dalam rangka penyaluran hasrat biologis. Maksud dan tujuan nikah jauh lebih luas dibandingkan sekedar hubungan seksual. Bahkan apibila dipandang dari aspek religius, pada hakekatnya nikah adalah salah satu bentuk pengabdian kepada Allah. Karena itu, nikah yang sarat nilai dan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah, perlu diatur dengan syarat dan rukun tertentu agar tujuan disyariatkannya nikah tercapai. Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan.
Sahnya suatu nikah dalam Islam adalah dengan terlaksananya akad nikah yang memenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Untuk sahnya perkawinan, para ulama telah merumuskan sekian banyak rukun dan syarat, yang mereka pahami dari ayat-ayat al-Qur’an maupun hadis Nabi SAW. Adanya calon suami isteri, wali, dua orang saksi, mahar serta terlaksananya ijab kabul merupakan rukun atau syarat sahnya suatu pernikahan. Tata cara menikah siri tidak jauh beda dengan menikah secara resmi di KUA, dimana dalam pernikahan itu harus dipenuhi syarat dan rukunnya.
  1. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan.
  2. Adanya ijab qabul.
Ijab artinya mengemukakan atau menyatakan suatu perkataan. Qabul artinya menerima. Jadi Ijab qabul itu artinya seseorang menyatakan sesuatu kepada lawan bicaranya, kemudian lawan bicaranya menyatakan menerima. Dalam perkawinan yang dimaksud dengan “ijab qabul” adalah seorang wali atau wakil dari mempelai perempuan mengemukakan kepada calon suami anak perempuannya/ perempuan yang di bawah perwaliannya, untuk menikahkannya dengan lelaki yang mengambil perempuan tersebut sebagai isterinya. Lalu lelaki bersangkutan menyatakan menerima pernikahannya itu.
3.      Adanya Mahar (mas kawin)
Islam memuliakan wanita dengan mewajibkan laki-laki yang hendak menikahinya menyerahkan mahar (mas kawin). Islam tidak menetapkan batasan nilai tertentu dalam mas kawin ini, tetapi atas kesepakatan kedua belah pihak dan menurut kadar kemampuan. Islam juga lebihmenyukai mas kawin yang  mudah dan sederhana serta tidak berlebih-lebihan dalam memintanya. Dari Uqbah bin Amir, bersabda Rasulullah SAW : “Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan” (HR.Al-Hakim dan Ibnu Majah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir 3279 oleh Al-Albani)

4.      Adanya Wali
Dari Abu Musa ra, Nabi SAW bersabda: “Tidaklah sah suatu pernikahan tanpa wali.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud). Wali yang mendapat prioritas pertama di antara sekalian wali-wali yang ada adalah ayah dari pengantin wanita. Kalau tidak ada barulah kakeknya (ayahnya ayah), kemudian saudara lelaki seayah seibu atau seayah, kemudian anak saudara lelaki. Sesudah itu barulah kerabat-kerabat terdekat yang lainnya atau hakim.

5.      Adanya Saksi-Saksi
Rasulullah SAW bersabda: “Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua orang saksi yang adil.” (HR. Al-Baihaqi dari Imran dan dari Aisyah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir oleh Syaikh Al-Albani no. 7557). Menurut sunnah Rasulullah SAW, sebelum aqad nikah diadakan khuthbah lebih dahulu yang dinamakan khuthbatun nikah atau khuthbatul-hajat.


C.      HUKUM PERNIKAHAN SIRI MENURUT ISLAM
Hukum nikah sirih secara agama adalah sah atau legal dan dihalalkan atau diperbolehkan jika syarat dan rukun nikahnya terpenuhi pada saat nikah sirih digelar. Pada prinsipnya, selama nikah siri itu memenuhi rukun dan syarat nikah yang disepakati ulama, maka dapat dipastikan hukum nikah itu pada dasarnya sudah sah. Hanya saja bertentangan dengan perintah Nabi saw, yang menganjurkan agar nikah itu terbuka dan diumumkan kepada orang lain agar tidak menjadi fitnah. Sesuai hadis Nabi saw :
وروى أحمد وغيره عن ابن حاطب: (فصل مابين الحلال والحرام الضرب بالدف(
Artinya :
Yang membedakan antara acara pernikahan yang halal dan yang haram, adalah adanya tabuhan rebana.
Secara mendasar, tidak dilihat dari tabuhan rebananya, melainkan yang menjadi hal mendasar adalah upaya untuk menyebarluaskan berita tentang acara pernikahan yang diselenggarakan.
Istilah nikah siri atau nikah yang dirahasiakan memang sudah dikenal di kalangan ulama. Hanya saja nikah siri di kenal pada masa dahulu berbeda pengertiannya dengan nikah siri dapat saat ini. Dahulu yang dimaksud dengan nikah siri yaitu nikah yang sesuai dengan rukun-rukun nikah dan syaratnya menurut syari’at, hanya saja saksi diminta tidak memberitahukan terjadinya nikah tersebut kepada khalayak ramai, kepada masyarakat, dan dengan sendirinya tidak ada walimah al-‘Ursy. Berikut ini adalah pendapat para ulama Islam tentang nikah siri.
1.         Menurut pandangna mahzab Hanafi dan Hambali suatu penikahan yang sarat dan rukunya mka sah menurut agama islam walaupun pernikah itu adalah pernikahn siri. Hal itu sesuai dengan dalil yang berbunyi, artinya: “Takutlah kamu terhadap wanita, kamu ambil mereka (dari orang tuanya ) dengan amanah allah dan kamu halalkan percampuran kelamin dengan mereka dengan kalimat Allah (ijab qabul)” (HR Muslim).
2.         Menurut terminologi fikih Maliki, nikah siri ialah :
هو الذي يو صي فيه الزوج الشهود مكتمه عن امراته, او عن جما عة ولو اهل منزل.
Artinya :
“Nikah yang atas pesan suami, para saksi merahasiakannya untuk istrinya atau jamaahnya, sekalipun keluarga setempat.
Mazhab Maliki tidak membolehkan nikah siri. Perkawinannya dapat dibatalkan, dan kedua pelakunya dapat dilakukan hukuman had (dera rajam), jika telah terjadi hubungan seksual antara keduanya dan diakuinya atau dengan kesaksian empat orang saksi.
Pada dasarnya, fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga pencatatan sipil adalah agar seseorang memiliki alat bukti (bayyinah) untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan dengan orang lain. Sebab, salah bukti yang dianggap absah sebagai bukti syar’i (bayyinah syar’iyyah) adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara. Ketika pernikahan dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil, tentunya seseorang telah memiliki sebuah dokumen resmi yang bisa ia dijadikan sebagai alat bukti (bayyinah) di hadapan majelis peradilan, ketika ada sengketa yang berkaitan dengan pernikahan, maupun sengketa yang lahir akibat pernikahan, seperti waris, hak asuh anak, perceraian, nafkah, dan lain sebagainya. Hanya saja, dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara, bukanlah satu-satunya alat bukti syar’i. Kesaksian dari saksi-saksi pernikahan atau orang-orang yang menyaksikan pernikahan, juga absah dan harus diakui oleh negara sebagai alat bukti syar’i. Negara tidak boleh menetapkan bahwa satu-satunya alat bukti untuk membuktikan keabsahan pernikahan seseorang adalah dokumen tertulis. Pasalnya, syariat telah menetapkan keabsahan alat bukti lain selain dokumen tertulis, seperti kesaksian saksi, sumpah, pengakuan (iqrar), dan lain sebagainya. Berdasarkan penjelasan ini dapatlah disimpulkan bahwa, orang yang menikah siri tetap memiliki hubungan pewarisan yang sah, dan hubungan-hubungan lain yang lahir dari pernikahan. Selain itu, kesaksian dari saksi-saksi yang menghadiri pernikahan siri tersebut sah dan harus diakui sebagai alat bukti syar’i. Negara tidak boleh menolak kesaksian mereka hanya karena pernikahan tersebut tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil; atau tidak mengakui hubungan pewarisan, nasab, dan hubungan-hubungan lain yang lahir dari pernikahan siri tersebut.
Pada era keemasan Islam, di mana sistem pencatatan telah berkembang dengan pesat dan maju, tidak pernah kita jumpai satupun pemerintahan Islam yang mempidanakan orang-orang yang melakukan pernikahan yang tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan resmi negara. Lebih dari itu, kebanyakan masyarakat pada saat itu, melakukan pernikahan tanpa dicatat di lembaga pencatatan sipil. Tidak bisa dinyatakan bahwa pada saat itu lembaga pencatatan belum berkembang, dan keadaan masyarakat saat itu belumnya sekompleks keadaan masyarakat sekarang. Pasalnya, para penguasa dan ulama-ulama kaum Muslim saat itu memahami bahwa hukum asal pencatatan pernikahan bukanlah wajib, akan tetapi mubah. Mereka juga memahami bahwa pembuktian syar’i bukan hanya dokumen tertulis.
Nabi saw sendiri melakukan pernikahan, namun kita tidak pernah menemukan riwayat bahwa melakukan pencatatan atas pernikahan beliau, atau beliau mewajibkan para shahabat untuk mencatatkan pernikahan mereka, walaupun perintah untuk menulis (mencatat) beberapa muamalah telah disebutkan di dalam al-Quran, misalnya firman Allah SWT QS. Al-Baqarah ayat 282 :
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Pada dasarnya, Nabi saw telah mendorong umatnya untuk menyebarluaskan pernikahan dengan menyelenggarakan walimatul ‘ursy. Anjuran untuk melakukan walimah, walaupun tidak sampai berhukum wajib akan tetapi nabi sangat menganjurkan (sunnah muakkadah). Nabi saw bersabda :
حَدَّثَنَا أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
“Adakanlah walimah walaupun dengan seekor kambing.” (HR. Imam Bukhari dan Muslim)

D.      HUKUM PERNIKAHAN SIRI MENURUT HUKUM DI INDONESIA
Undang-Undang (UU RI) tentang Perkawinan No. 1 tahun 1974 diundang-undangkan pada tanggal 2 Januari 1974 dan diberlakukan bersamaan dengan dikeluarkannya peraturan pelaksanaan yaitu Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Menurut UU Perkawinan, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1 UU Perkawinan). Mengenai sahnya perkawinan dan pencatatan perkawinan terdapat pada pasal 2 UU Perkawinan, yang berbunyi: “(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu; (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Dari Pasal 2 Ayat 1 ini, kita tahu bahwa sebuah perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Ini berarti bahwa jika suatu perkawinan telah memenuhi syarat dan rukun nikah atau ijab kabul telah dilaksanakan (bagi umat Islam) atau pendeta/pastur telah melaksanakan pemberkatan atau ritual lainnya, maka perkawinan tersebut adalah sah terutama di mata agama dan kepercayaan masyarakat. Tetapi sahnya perkawinan ini di mata agama dan kepercayaan masyarakat perlu disahkan lagi oleh negara, yang dalam hal ini ketentuannya terdapat pada Pasal 2 Ayat 2 UU Perkawinan, tentang pencatatan perkawinan . Bagi mereka yang melakukan perkawinan menurut agama Islam pencatatan dilakukan di KUA untuk memperoleh Akta Nikah sebagai bukti dari adanya perkawinan tersebut. (pasal 7 ayat 1 KHI “Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah”). Sedangkan bagi mereka yang beragama non muslim pencatatan dilakukan di kantor Catatan Sipil, untuk memperoleh Akta Perkawinan.
Mengenai pencatatan perkawinan, dijelaskan pada Bab II Pasal 2 PP No. 9 tahun 1975 tentang pencatatan perkawinan. Bagi mereka yang melakukan perkawinan menurut agama Islam, pencatatan dilakukan di KUA. Sedangkan untuk mencatatkan perkawinan dari mereka yang beragama dan kepercayaan selain Islam, cukup menggunakan dasar hukum Pasal 2 Ayat 2 PP No. 9 tahun 1975. Tata cara pencatatan perkawinan dilaksanakan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 9 PP No. 9 tahun 1975 ini, antara lain setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan secara lisan atau tertulis rencana perkawinannya kepada pegawai pencatat di tempat perkawinan akan dilangsungkan, selambat-lambatnya 10 hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan. Kemudian pegawai pencatat meneliti apakah syarat-syarat perkawinan telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut UU. Lalu setelah dipenuhinya tata cara dan syarat-syarat pemberitahuan serta tidak ditemukan suatu halangan untuk perkawinan, pegawai pencatat mengumumkan dan menandatangani pengumuman tentang pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan dengan cara menempel surat pengumuman pada suatu tempat yang sudah ditentukan dan mudah dibaca oleh umum.
Di dalam rancangan undang-undang menjelaskan, Pasal 143 RUU yang hanya diperuntukkan bagi pemeluk Islam ini menggariskan, setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan perkawinan tidak di hadapan pejabat pencatat nikah dipidana dengan ancaman hukuman bervariasi, mulai dari enam bulan hingga tiga tahun dan denda mulai dari Rp 6 juta hingga Rp12 juta. Selain kawin siri, draf RUU juga menyinggung kawin mutah atau kawin kontrak. Dan Pasal 144 menyebut, setiap orang yang melakukan perkawinan mutah dihukum penjara selama-lamanya 3 tahun dan perkawinannya batal karena hukum. RUU itu juga mengatur soal perkawinan campur (antardua orang yang berbeda kewarganegaraan). Pasal 142 ayat 3 menyebutkan, calon suami yang berkewarganegaraan asing harus membayar uang jaminan kepada calon istri melalui bank syariah sebesar Rp500 juta.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengeluarkan fatwa tentang nikah di bawah tangan atau nikah siri dengan 2 (dua) ketentuan hukum, yakni. (1) Pernikahan di Bawah Tangan hukumnya sah karena telah terpenuhi syarat dan rukun nikah, tetapi haram jika terdapat dampak negatif (madharrah). (2) Pernikahan harus dicatatkan secara resmi pada instansi berwenang, sebagai langkah preventif untuk menolak hal-hal yang bersifat madharrah.



BAB III
PENUTUP


A.      KESIMPULAN
Pernikahan siri adalah nika dibawah tangan atau nikah secara sembunyi-sembunyi. Disebut secara sembunyi karena tidak dilaporakan kekantor urusan agama bagi muslaim atau catatan sipil non muslim. Pendapat Imam Abu Hanifah, Yang dimaksud dengan nikah sirih adalah nikah yang tidak bisa menghadirkan wali dan tidak mencatatkan pernikahannya.
Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah Subhanallah. Penikahan sesuai dengan Sunnah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang hanya dengan cara inilah kita terhindar dari jalan yang sesat (bidah).
Hukum nikah sirih secara aturan agama adalah sah. Dan dihalalkan atau diperbolehkan jika sarat dan rukun nikanya terpenuhi. Namun secara hukum yang berlaku di Negara kita tentang perundang-undangan pernikahan itu tidak sah karena di dalam perundangan ada yang tidak lengkap secara administrasi.


B.       SARAN
Kepada pemuda pemudi islam tidak mengikuti tata cara perkawinan sirih karena dapat merugikan. Dan berusaha menghindari pernikahan sirih. Juga kepada pemerintah melakukan penyuluhan dan dapat menghimbau masyarakat tentang kerugian nikah siri.



DAFTAR PUSTAKA

Al-Zuhaili, Wahbah. Fiqh al-Islam wa ‘Adillatuh. Juz VIII. Cet. III. Beirut: Dar al-Fikr. 1989.
Amin, Ma’ruf. dkk. HIMPUNAN FATWA MUI  SEJAK 1975. Jakarta: Erlangga. 2011.
Aulawi, Wasit. Pernikahan Harus Melibatkan  Masyarakat, Mimbar Hukum. No. 28. 1996.
Fenomena-nikah-siri-di-indonesia-jaman.html. 19/09/2013. 11:31.
Rusli, An R. Tama. Perkawinan antar agama dan masalahnya. Penerbit : Shantika Dharma. Bandung. 1984.
Shihab, Quraish. Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas Perbagai Persoalan Umat. Cet. VIII. Jakarta: Mizan. 1998.
Syarifuddin, Amir. Hukum Nikah Islam di Indonesia: Antara Fikih Munakahat dan Undang-Undang Nikah .Cet. II. Jakarta: Kencana. 2007.

pengkajian sistem kardiovaskuler



BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Kardiovaskuler terdiri dari dua suku kata yaitu cardiac dan vaskuler.Cardiac yang berarti jantung dan vaskuler yang berarti pembuluh darah. Dalam hal ini mencakup sistem sirkulasi darah yang terdiri dari jantung  komponen darah dan pembuluh darah. Pusat peredaran darah atau sirkulasi darah ini berawal dijantung, yaitu sebuah pompa berotot yang berdenyut secara ritmis dan berulang 60-100x/menit. Setiap denyut menyebabkan darah mengalir dari jantung, ke seluruh tubuh dalam suatu jaringan tertutup yang terdiri atas arteri, arteriol, dan kapiler kemudian kembali ke jantung melalui venula dan vena
Dalam mekanisme pemeliharaan lingkungan internal sirkulasi darah digunakan sebagai sistem transport oksigen, karbon dioksida, makanan, dan hormon serta obat-obatan ke seluruh jaringan sesuai dengan kebutuhan metabolisme tiap-tiap sel dalam tubuh. Dalam hal ini, faktor perubahan volume cairan tubuh dan hormon dapat berpengaruh pada sistem kardiovaskuler baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam memahami sistem sirkulasi jantung, kita perlu memahami anatomi fisiologi yang ada pada jantung tersebut sehingga kita mampu memahami berbagai problematika berkaitan dengan sistem kardivaskuler tanpa ada kesalahan yang membuat kita melakukan neglicent( kelalaian). Oleh karena itu, sangat penting sekali memahami anantomi fisiologi kardiovaskuler  yang berfungsi langsung dalam mengedarkan obat-obatan serta oksigenasi dalam tubuh dalam proses kehidupan.
Dalam melakukan pengkajian dengan baik, maka diperlukan pemahaman, latihan dan ketrampilan mengenal tanda dan gejala yang ditampilkan oleh pasien. Proses ini dilaksanakan melalui interaksi perawatan dari klien, observasi, dan pengukuran.Pemeriksaan dalam keperawatan menggunakan pendekatan yang sama dengan pengkajian fisik kedokteran, yaitu dengan pendekatan inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi . Pengkajian fisik kedokteran dilakukan untuk menegakkan diagnosis yang berupa kepastian tentang penyakit apa yang diderita klien .pengkajian fisik keperawatan pada prinsipnya dikembangkan berdasarkan model keperawatan yang lebih difokuskan pada respon yang ditimbulkan akibat masalah kesehatan yang dialami. Pengkajian fisik keperawatan harus mencerminkan diagnosa fisik yang secara umum perawat dapat membuat perencanaan tindakan untuk mengatasinya.Untuk mendapatkan data yang akurat sebelum pemeriksaan fisik dilakukan pengkajian riwayat kesehatan, riwayat psikososial, sosek, dll. Hal ini memungkinkan pengkajian yang fokus dan tidak menimbulkan bias dalam mengambil kesimpulan terhadap masalah yang ditemukan.

B.            Rumusan Masalah
1.      Bagaimana riwayat keperawatan sistem kardiovaskuler?
2.      Bagaimana pemeriksaan fisik pada sistem kardivaskuler?


C.           Tujuan
1.      Untuk mengetahui riwayat keperawatan sistem kardiovaskuler
2.      Untuk mengetahui pemeriksaan fisik pada sistem kardivaskuler



BAB II
PEMBAHASAN

Dalam melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler perawat tetap memandang klien sebagai makhluk holistik.Oleh karena itu dalam mengkaji senantiasa memperhatikan aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual kilen. Perubahan gangguan aspek biologis dapat mempengaruhi aspek lain, yang juga nantinya akan memberi dampak pada perkembangan penyakit klien.
Aspek-aspek yang perlu dikaji pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler meliputi :
A.      BIODATA
1.         Identitas pasien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan, alamat, diagnosa medis, tanggal/jam MRS dan tanggal/jam pengkajian.
2.         Keluhan utama: merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh pasien dan merupakan alasan pokok klien MRS (keluhan utama saat MRS).
3.         Keluhan utama yang lain adalah keluhan utama saat dilakukan pengkajian (beberapa saat atau hari setelah klien MRS).
4.         Riwayat Penyakit Sekarangyang berisikan tentang keadaan dan keluhan­keluhan klien saat timbulnya serangan, waktu dan frekuensi timbulnya serangan, penjalaran, kwalitas (berat ringannya) serangan, tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh klien/keluarga untuk mengatasi keluhan klien.
5.         Pedoman yang dipakai dalam menemukan perjalanan penyakit klien adalah P (Provokatif/palliatif), Q (Qualitas/Quantitas), R (Regio/Radiation), S (Severe l derajat keparahan), dan T (Time/waktu).
6.         Riwayat Penyakit Masa LaIu :meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita klien terutama penyakit yang dapat mendukung munculnya penyakit saat ini (faktor predisposisi maupun presipitasi), misalnya hipertensi, penyakit pembuluh darah, diabetes mellitus, gangguan fungsi tyroid, RHD, penyakit jantung, penyakit darah dan lain-lain.
7.         Riwayat Penyakit Keluarga :meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga terutama yang berhubungan dengan gangguan pada sistem kardiovaskuler atau pada sistem lain yang mempunyai sifat herediter dan berpengaruh terhadap fungsi sistem kardiovaskuler.
8.         Riwayat Psikososialmeliputi riwayat psikologis pasien yang berhubungan dengan kondisi penyakitnya serta dampaknya terhadap kehidupan sosial pasien.
9.         Pola aktivitas sehari-hari:meliputi pola nutrisi dan cairan (makan dan minum), pola eliminasi (urine/bowel), istirahat-tidur, personal hygiene serta aktivitas/kebiasaan lain yang dapat memperburuk kondisi klien.
10.     Kesan Umum:meliputi kondisi klien yang tampak oleh perawat.
11.     Tanda-tanda vital: meilputi Tekanan Darah (hipertensi, normal, hipotensi), Denyut Nadi, Respirasi rate, Suhu, Tinggi badan, Berat badan.
12.     Pemeriksaan kepala dan leher:

B.       PEMERIKSAAN FISIK
1.         Wajah mungkin di dapatkan pucat, cyanosis (dampak dan menurunnya distnbusi oksigen ke jaringan perifer), oedema periorbital (dampak dan penurunan laju filtrasi glomerulus serta retensi air dan garam), grimace/tanda kesakitan, dan lain-lain.
2.         Hidung pernafasan cuping hidung, cyanosis.
3.         Mata : konjunctiva pucat, ptechieae ; sclera icterus/normal; arcus senilis pada cornea; keadaan pembuluh darah retina (fundus mata).
4.         Leher:
a.       Distensi vena jugularis (Jugularis Venous Pressure> 5, 2 cm atau> 3 cm), adanya denyutan menunjukkan CHF.


b.      Arten karotis:
1)        Palpasi : untuk menilai adanya atherosclerosis baik pada arteri karotis kiri/kanan; bila berdenyut seperti berdansa menunjukkan adanya insuffisiensi aorta
2)        Auskultasi,bila terdengar bunyi bruit menunjukkan adanya aorta stenosis, atherosclerosis arteri carotis. Auskultasi juga untuk menilai adanya penjalaran bising aorta.
c.    Kelenjar thyroid dengan auskultasi bila terdengar bising menunjukkan peningkatan vaskularisasi akibat hiperfungsi thyroid.
d.   Trachea : dengan palpasi bila setiap teraba denyut jantung trachea tertarik ke bawah (Oliver Sign) menunjukkan aneurisma aorta; amati kesimetrisan.
5.    Thorax ( Paru dan Jantung)
1)        Inspeksi Menilai kesimetrisan dan bentuk thorax (Cekung : perikarditis kronis, fibrosis paru. Cembung pada intercosta menunjukkan tanda efusi perikard/pleura. Cembung di Os. costae menunjukkan adanya kelainan jantung kongenital) ; gerakan pernafasan; pola nafas; pelebaran vena di dada; denyut apex jantung; denyut nadi dada/punggung; penonjolan dada setempat yang berdenyut: retraksi di precordium (seirama dengan sistole menunjukkan adanya perikarditis, Insuffisiensi). Trikuspidalis dan aorta); retraksi otot intercostae dan suprasternal.
2)        Palpasi  Vocal fremitus untuk menilai getaran suara pada dinding dada.
Denyut apex (normal :ICS V MidClavicula Line. Sinistra selebar I
cm)
, denyut apex meningkat pada Insuffisiensi aorta/mitral, sedikit
meningkat pada hipertensi dan aorta stenosis, bila denyut apex
didapatkan pada linea sternalis sinistra menunjukkan adanya
hipertrofi ventrikel kanan.
a.    Getaran/Thrill : menunjukkan bising jantung dengan lokasi di:
b.    lCS II LSS adalah thrill akibat bising pulmonal stenosis
c.    lCS IV LSS adalah thrill akibat bising ventrikel septum defect
d.   lCS II LSD adalah thrill akibat bising aorta stenosis
e.    Apex pada fase diastole menunjukksn Mitral stenosis, sedang­kan pada fase sistole menunjukksn Mitral Insuffisiensi
f.     Denyut arteri di lokasi :
g.    Clavicula dan/ atau lCS II LSD menunjukkan Aneurisma aorta
h.    lCS II LSS menunjukkan Patent ductus arteriosus, Aneurisma arteri pulmonalis, aneurisms aorta descending.
3)        PerkusiMenilai batas-batas paru dan jantung, serta kondisi paru (normal resonan/sonor).
4)        Auskultasi Suara nafas dan suara nafas tambahan seperti ronchi, rales, wheezing, friction rub pleura
a.    Bunyi jantung I, II, lIl/IV atau Gallops rithme.
b.    Bising jantung : mitral, aorta, trikuspidalis, pulmonalis, defect septal, friction rub/gesekan perikard.
6.        Abdomen
1.    Auskultasi Menilai peristaltik usus,bising sistolik (aneurisma aorta abdominal)
2.    Insfeksi Menilai bentuk; keadaan permukaan perut; gerakan dinding perut; pelebaran vena abdominal; denyutan pada dinding perut di epigastrium (ventrikel kanan), lokasi lain (aneurisma aorta abdominal), di hypokondrium kanan (denyut vena hepar akibat hipertensi dan decompensasi cordis kanan)
3.    Palpasi Menilai adanya hepatomegali, splenomegali, ascites (pada decompensasi cordis kanan dan CHF)
4.    Perkusi : Shifthing dullness menunjukkan adanya cairan dalam abdomen (ascites).




7.        Extremitas
1.    Inspeksi  :
a.         Cyanosis pada kuku dan kulit ujung Jari menunjukkan tanda hipoxia jaringan perifer.
b.         Putih pucat pada kuku dan ujung jari (penyakit Raynauld *), Purpura/ptechiae pada sela jari, telapak tangan/kaki (tanda Endokarditis/SBE, infeksi virus)
c.         Erytema nodusum pada kulit di daerah tibia (endokarditis causa streptococcus)
d.        Splinter Haemorragic pada kuku (Endokarditis/SBE)
e.         Oedema
f.          Clubbing fingers (causa hipoxia kronis)
2.    Palpasi       
a.    Denyut nadi (Iihat pengkajian nadi
b.    Suhu extremitas dingin
c.    Tonus otot
d.   Pitting oedema
e.    Nyeri
8.      Integumen
Kuning pucat ( dampak acidosis metabolik) atau kuning jaundice/ikterik (dampak penurunan faal hepar).
9.        Neurologis perubahan/penurunan tingkat kesadaran serta perubahan sensori akibat hipoxia otak.


BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
System sirkulasi darah merupakan satu system yang paling penting di dalam tubuh manusia. Fungsinya adalah untuk membawa oksigen,tenaga dan nutrisi ke seluruh tubuh fungsi lain yaitu untukTransport: makanan, gas, hormon, mineral, enzim, sisa metabolism, Mempertahankan suhu tubuh dengan cara vasokontriksi dan vasodilatasi Perlindungan melalui sistem imun dan pembekuan darah Buffering, protein darah merupakan sisten buffer yang mempertahankan pH darah .
Untuk dapat mengetahui adanya kelainan-kelainan jantung maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosa tersebut.
Dalam melakukan Tes diagnostik kardiovaskuler meliputi dua jenis pemeriksaan yaitu: Invassive (melukai )dan Non Invassive (tidak melukai). Contoh pemeriksaan penunjang tersebut adalah tes diagnostic, seperti EKG, fhoto thorax, TMT dll.

B.       Saran
Dari pemaparan diatas, penulis memberikan saran agar dalam ilmu kesehatan maupun ilmu alam lainnya penting sekali memahai pengkajian sistem kardiovaskuler secara tepat agar terhindar dari kelalaian baik itu dirumah sakit maupun di alam yang berkaitan dengan perubahan fungsi tubuh akibat kurangnya aktifitas positif untuk memberikan kesehatan terhadap jantung sebagai pusat kehidupan.


DAFTAR ISI



Brunner & suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta.
Sylvia A. Price, Lorrain M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.EGC : Jakarta.
Guyton.1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit.EGC : Jakarta.
Doengoes Marlyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.EGC : Jakarta.